Temanggung – Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) UIN Salatiga berkolaborasi dengan Kelompok Kerja Guru (KKG) Madrasah Ibtidaiyah Kecamatan Pringsurat menggelar Bimbingan Teknis (Bimtek) bertema Kurikulum Berbasis Cinta, pada Rabu-Kamis (5/11) di Gedung PGRI Pringsurat, Temanggung.
Kegiatan ini menghadirkan dua narasumber dari PGMI UIN Salatiga, yakni Dr. Fatkhur Rozi, M.Pd., AIFO-FIT. dan Setiorini Rahma Safitri, M.Pd. Bimtek diikuti lebih dari seratus guru madrasah dari berbagai lembaga di wilayah Pringsurat yang antusias memperdalam konsep kurikulum yang menekankan nilai kasih sayang, empati, serta pembelajaran mendalam.
Ketua KKG MI Kecamatan Pringsurat, Murtadlo, S.Pd.I., dalam sambutannya menyampaikan bahwa banyak guru masih menghadapi kesulitan dalam menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) di era Kurikulum Merdeka. Ia berharap kegiatan ini dapat menjadi solusi praktis bagi guru dalam memahami esensi kurikulum secara lebih bermakna. Bimtek secara resmi dibuka oleh Pengawas KKG MI Pringsurat yang menegaskan pentingnya guru memahami kurikulum tidak hanya dari sisi administratif, tetapi juga dari nilai-nilai pembelajaran yang mendalam.
Pada sesi pertama, Setiorini Rahma Safitri, M.Pd., mengawali materinya dengan aktivitas menyanyi bersama peserta untuk menciptakan suasana interaktif. Ia menyoroti tantangan pendidikan di Indonesia yang terlalu menitikberatkan aspek kognitif, sementara aspek afektif dan spiritual sering terabaikan. “Kita tengah menghadapi krisis empati, maraknya kasus bullying, intoleransi, dan menurunnya kepedulian sosial di kalangan siswa. Karena itu, pendidikan harus menumbuhkan cinta dan kasih sayang,” ujarnya.
Bu Pipit (Sapaan akrab Ibu Setiorini) juga memperkenalkan lima pilar utama dalam Kurikulum Berbasis Cinta (KBC), yaitu cinta kepada Allah dan Rasul, cinta kepada ilmu, cinta kepada diri dan sesama, cinta kepada lingkungan, serta cinta kepada tanah air. Ia menjelaskan, penerapan KBC di madrasah dapat dilakukan melalui kegiatan rutin seperti doa dan refleksi pagi, kegiatan literasi dan eksperimen, program peduli lingkungan, serta gerakan tolong-menolong antar siswa.
Sesi kedua diisi oleh Dr. Fatkhur Rozi, M.Pd., AIFO-FIT., yang mengangkat isu ketergantungan anak terhadap gadget di era digital. Menurutnya, KBC dapat menjadi solusi untuk menumbuhkan disiplin dan kebijaksanaan dalam penggunaan teknologi. Ia mencontohkan, “Di Jepang, pendidikan karakter menjadi pondasi utama sejak sekolah dasar. Hal ini yang perlu kita tekankan di Indonesia agar anak tumbuh dengan nilai-nilai cinta dan tanggung jawab.” Dr. Ozi (sapaan akrab) juga menegaskan pentingnya komunikasi yang baik antara guru dan wali murid demi terciptanya ekosistem belajar yang harmonis.
Melalui kegiatan ini, para peserta tidak hanya mendapatkan wawasan teoritis, tetapi juga inspirasi praktis untuk mengintegrasikan Kurikulum Berbasis Cinta ke dalam Kurikulum Merdeka. Konsep ini diharapkan mampu memperkuat karakter siswa sekaligus menumbuhkan budaya belajar yang penuh kasih di lingkungan madrasah.


