Dosen BKPI UIN Salatiga Isi OSEAN HMD BK UM: Soroti Desain Permainan Edukatif untuk Layanan Konseling

BKPI UIN Salatiga—Dosen Prodi Bimbingan dan Konseling Pendidikan Islam (BKPI) UIN Salatiga, Abi Fa’izzarahman Prabawa, M.Pd., menjadi narasumber pada agenda OSEAN (Obrolan Seputar Desain) yang diselenggarakan Himpunan Mahasiswa Departemen Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Malang, Sabtu, 4 Oktober 2025. Kegiatan berlangsung daring melalui Zoom Meeting pukul 09.00–12.00 WIB dan diikuti lebih dari 100 peserta dari kalangan mahasiswa, konselor, serta praktisi pendidikan.

Rangkaian acara diawali sambutan Ketua Pelaksana yang menekankan peran OSEAN sebagai ruang berbagi praktik desain media BK yang aplikatif dan mudah direplikasi di sekolah. Pembina HMD BK UM menggarisbawahi pentingnya inovasi yang tetap berlandaskan etika profesi dan kebutuhan psikososial peserta didik. Pembukaan resmi dilakukan oleh Ketua Departemen BK UM yang diwakili Ibu Widya Multisari selaku Sekretaris Departemen; beliau menekankan relevansi topik “permainan edukatif” sebagai strategi peningkatan keterlibatan konseli sekaligus efektivitas layanan BK di kelas maupun praktik konseling.

Materi yang disampaikan Abi Fa’izzarahman memetakan “permainan edukatif” sebagai aktivitas menyenangkan yang diposisikan sebagai media untuk mencapai tujuan layanan BK—personal, sosial, belajar, maupun karier. Penekanan utama berada pada prinsip desain: tujuan yang jelas, aturan main yang terstruktur, kemudahan penggunaan, keberulangan (reusable), daya tahan, serta kemampuan permainan untuk memantik ekspresi emosi, kreativitas, dan interaksi konselor–konseli. Pendekatan ini memastikan permainan bukan sekadar hiburan, melainkan instrumen pedagogis dan konseling yang terukur dampaknya.

Kerangka ACTION diperkenalkan sebagai kriteria khusus dalam merancang permainan yang baik: Access (mudah diakses konselor/konseli), Cost (terjangkau), Technology (memanfaatkan teknologi yang relevan), Interactivity (meningkatkan interaksi), Organization (mendapat dukungan institusi), dan Novelty (memiliki kebaruan serta daya tarik bagi konseli). Kerangka ini membantu guru BK/konselor menimbang kelayakan desain sebelum diimplementasikan dalam layanan.

Ragam permainan yang direkomendasikan meliputi puzzle (gambar, kata, pasangan) untuk melatih nalar dan ketekunan; kartu (literasi, true/false, kuis) untuk memperkaya pengetahuan dan daya literasi; game board seperti monopoli atau ular tangga untuk membangun sportivitas dan kejujuran; pasir/tanah liat/playdough sebagai sarana rilis emosi dan kreativitas; permainan tradisional (congklak, kelereng, bentengan, dan lainnya) untuk mewariskan kearifan lokal sekaligus menguatkan keterampilan sosial; musik untuk regulasi emosi dan refleksi; serta boneka/puppetry yang efektif membantu anak memerankan kembali peristiwa, mengeksplorasi emosi, dan melatih komunikasi. Setiap jenis disertai langkah singkat perancangan: menetapkan tujuan layanan, menghimpun bahan, membuat rancangan visual (misalnya melalui platform desain), hingga kemasan dan prosedur penggunaan di kelas/konseling.

Sesi tanya jawab berlangsung dinamis. Peserta menyoroti cara menyesuaikan permainan dengan karakteristik siswa yang beragam, indikator evaluasi keberhasilan intervensi, integrasi permainan tradisional dalam kurikulum, dan strategi low-cost–high-impact bagi sekolah dengan keterbatasan fasilitas. Pertanyaan lain menyentuh adaptasi untuk konseling individual vs. kelompok, penilaian aspek etis saat permainan memunculkan emosi kuat, serta tips memanfaatkan alat desain sederhana agar produk permainan siap pakai namun tetap menarik.

Antusiasme peserta tercermin dari padatnya diskusi hingga akhir sesi. Panitia menutup kegiatan dengan apresiasi kepada narasumber dan harapan tindak lanjut berupa lokakarya praktik desain permainan di tingkat sekolah. Materi dan contoh rancangan yang dibagikan diharapkan memantik inisiatif baru di sekolah serta memperkaya bank media layanan BK yang kontekstual, efektif, dan menyenangkan.