Prodi BKPI UIN Salatiga Perkuat Ideologi Moderat Mahasiswa

Salatiga, Kamis (26/6) , Program studi Bimbingan dan Konseling Pendidikan Islam UIN Salatiga memberikan penguatan karakter moderat kepada mahasiswa dalam kegiatan Seminar Nasional Pencegahan Dini Radikalisme Bagi Mahasiswa. Kegiatan dibuka oleh Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Kegurua UIN Salatiga, Prof. Dr. Rasimin, M.Pd.

“Pendekatan yang kaku terhadap ajaran agama sering kali melahirkan sikap eksklusif, intoleran, bahkan ekstrem. Jika dimaknai tanpa mempertimbangkan nilai kemanusiaan, budaya, dan perkembangan zaman, ajaran agama bisa disalahgunakan untuk membenarkan kekerasan dan perpecahan.”

Pernyataan tersebut disampaikan Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) UIN Salatiga, Prof. Dr. Rasimin, M.Ag., dalam Seminar Nasional Pencegahan Dini Radikalisme bagi Mahasiswa di Perguruan Tinggi yang digelar pada Kamis (26/6) di Aula Gedung Ahmad Dahlan.

Acara diselenggarakan oleh Program Studi Bimbingan dan Konseling Pendidikan Islam (BKPI) bekerja sama dengan Yayasan Nusantara Children of the Cloud (NCC). Ketua Program Studi BKPI, Dr. Wahidin, M.Pd menekankan  pentingnya membangun ketahanan ideologi moderat dengan memahami konsep dan penyebaran radikalisme di kalangan mahasiswa.

Wahidin, menyebut pentingnya penguatan pemahaman teologi yang inklusif dan dialogis agar agama tidak dijadikan alasan untuk memecah, melainkan untuk merawat persatuan.

“Kita perlu membangun pemahaman keagamaan yang memberi ruang dialog dan menghargai perbedaan, agar mahasiswa tumbuh sebagai penghubung harmoni di tengah masyarakat,” ujarnya.

Ia juga menekankan pentingnya literasi agama dan budaya sebagai basis membangun kesadaran sosial dan kebangsaan mahasiswa.

“Literasi agama dan budaya menjadi pondasi penting dalam membentuk karakter generasi muda yang beradab dan kritis. Kegiatan seperti yang dilakukan oleh BKPI ini dapat menjadi lokus strategis dalam mengembangkan literasi tersebut secara berkelanjutan,” tegas Rasimin.

“Dunia mulai melihat Indonesia sebagai laboratorium toleransi. Ini menjadi momentum untuk terus menguatkan narasi damai dan hidup berdampingan,” katanya.

Dr. Wahidin menegaskan kegiatan ini memberikan ruang pembelajaran yang penting bagi mahasiswa dalam membangun daya tahan ideologis,” ujarnya.

Nilai-nilai seperti keseimbangan, keadilan, toleransi, musyawarah, dan keterbukaan sebagai landasan yang harus dihidupkan di lingkungan kampus.

“Mahasiswa perlu memiliki keteguhan berpikir dan kedewasaan spiritual agar tidak mudah terpengaruh provokasi dan ajaran ekstrem,” ujarnya.

Ia menambahkan, penguatan literasi keagamaan dan budaya menjadi strategi penting dalam membentuk generasi yang kritis dan inklusif.

Dalam sesi diskusi, sejumlah narasumber menghadirkan pandangan dari berbagai latar belakang. Prof. Dr. Illya Muhsin, M.Hum., Dekan Fakultas Syariah UIN Salatiga, menjelaskan bahwa kelompok ekstrem saat ini bergerak secara tertutup, menggunakan jaringan digital dan forum privat untuk menjaring simpatisan.

“Mereka menyasar mahasiswa baru yang belum memiliki pondasi pemahaman keagamaan yang kuat. Situasi ini memerlukan kehadiran kampus sebagai pendamping dalam pembentukan nilai,” ujarnya.

Hadi Masykur, mantan narapidana terorisme (napiter), mengisahkan bagaimana keyakinan sempit bisa menjerumuskannya ke dalam jaringan radikal. Ia mengingatkan bahwa jalan kekerasan hanya menciptakan penderitaan.

“Saya dulu merasa paling benar, lalu menolak semua yang berbeda. Namun pemahaman semacam itu justru merusak,” katanya.

Munajat, Ph.D., peneliti terorisme, menyoroti pola penyebaran paham radikal di media digital yang menyusup lewat narasi agama.

Ia mengingatkan bahwa banyak konten keagamaan menyebarkan eksklusivisme dan kebencian dengan tampilan yang seolah moderat.

“Mahasiswa perlu memiliki literasi digital yang kuat agar tidak mudah terseret arus informasi yang menyesatkan,” ujarnya.

Dari unsur pemerintahan, Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi Jawa Tengah menjelaskan bahwa radikalisme di kalangan mahasiswa harus dicegah melalui sinergi multipihak.

Hadi Maskur sebagai pihak yang pernah terlibat dalam organisasi radikalisme menuturkan kisah  perjalalan hidupnya yang penuh dengan ketidakpercayaan kepada orang lain, intoleransi, dan menganggap salah pandangan orang lain.

Menurutnya, keterlibatan pemerintah, kampus, dan komunitas masyarakat sangat penting dalam membentuk ketahanan sosial dan ideologis generasi muda.

Sebagai bentuk penguatan kolaborasi, seminar ini dirangkai dengan penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara FTIK UIN Salatiga dan Yayasan NCC, yang ditandatangani oleh Prof. Dr. Rasimin dan Munajat, Ph.D.

Kerja sama ini mencakup pengembangan literasi agama, riset, pelatihan, dan kampanye pencegahan radikalisme.

Acara juga ditandai dengan peluncuran Program Literasi Menulis Artikel Ilmiah, yang digagas oleh Dr. Wahidin, M.Pd., untuk memfasilitasi mahasiswa BKPI dalam menyuarakan gagasan keagamaan dan kebangsaan melalui publikasi ilmiah.

Melalui kegiatan ini, FTIK UIN Salatiga menyampaikan komitmen untuk membina mahasiswa yang kritis, toleran, dan memiliki daya tahan terhadap pengaruh ekstremisme.

Pendidikan berbasis literasi dan budaya damai diharapkan menjadi fondasi utama dalam menciptakan kampus yang aman dan beradab